Rabu, 23 September 2020

HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK); SOLUSI PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Hasil hutan bukan kayu menjadi prospek baru dalam menggali potensi kekayaan hutan Indonesia. Kita tahu telah terjadi penurunan produktivitas hutan alam, terutama penurunan produksi hasil hutan berupa kayu, baik secara kuantitatif maupun kualitatif sebagai dampak dari kebutuhan masyarakat yang terus bertambah baik sebagai lahan tinggal maupun aktifitas perekonomian lainnya. 

Melihat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi hasil hutan berupa kayu sebagai penghasil utama devisa di sektor kehutanan, pengelolaan hutan di masa yang akan datang semestinya diarahkan untuk lebih meningkatkan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang jenis dan potensinya sangat berlimpah.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, HHBK telah menarik minat masyarakat, baik pada level nasional maupun dunia internasional secara signifikan, karena HHBK bisa membantu masyarakat meningkatkan mata pencarian; berkontribusi terhadap ketahanan pangan rumah tangga masyarakat perdesaan; menciptakan lapangan kerja tambahan dan pendapatan; membuka kesempatan bagi industri pengolahan; memberikan kontribusi terhadap pendapatan devisa; dan mendukung terciptanya konservasi keanekaragaman hayati serta aspek lingkungan lainnya.

Potensi dan jenis HHBK di Indonesia sangat besar dan diprediksi bisa meningkatkan peranan ekonomi secara signifikan, oleh karena itu sumberdaya ini perlu dikelola lebih baik lagi agar dapat memberikan nilai ekonomi yang berkelanjutan. Pengelolaan dan pemanfaatan HHBK bukan saja dapat meningkatkan devisa negara tetapi juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, apabila dikelola secara profesional dan komersial dengan menggunakan prinsip-prinsip kelestarian.

Pengertian dan Klasifikasi

Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan. Pengertian lainnya dari hasil hutan bukan kayu yaitu segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfaatkan bagi kegiatan ekonomi dan peningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun, kulit, buah atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat khusus seperti rotan, bambu dan lain-lain. Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada umumnya merupakan kegiatan tradisionil dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari.

Dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian dan klasifikasi hasil hutan telah mengalami perubahan yang substansial dibanding Undang-Undang Nomor 5 tahun 1967, yang menyebutkan bahwa yang disebut hasil hutan adalah benda-benda hayati, non-hayati dan turunanya, serta jasa yang berasal dari hutan.

Dengan demikian pengertian hasil hutan memiliki dimensi yang lebih luas, mulai dari produk-produk hayati, produk-produk non-hayati, sampai seluruh produk turunan dari benda hayati dan non-hayati yang diambil dari hutan serta produk-produk jasa yang dihasilkan dari hutan. Dari penjelasan undang-undang tersebut, terutama yang terkait dengan pengertian hasil hutan, (Wahyudi, 2013) mengelompokkan HHBK menjadi empat kelompok sebagai berikut :

1. Hasil nabati beserta turunannya, misalnya, bambu, rotan, nipah, jamur, gula aren, tanaman obat, getah-getahan, minyak atsiri, dan lain-lain serta bagian dari tumbuhan atau yang dihasilkan oleh tumbuhan di dalam hutan.

produk gula aren


2. Hasil hewani beserta turunannya, misalnya satwa liar dan hasil penangkarannya, satwa buru, dan lain-lain serta bagian-bagian dari hewan atau yang dihasilkan dari hewan sarang burung walet, shellak, madu, kokon, dan lain-lain.

konservasi penyu


lebah madu
3. Benda-benda non-hayati yang secara ekologis merupakan satu kesatuan ekosistem dengan benda-benda hayati penyusun hutan, antara lain berupa sumber air, udara bersih, dan lain-lain yang tidak termasuk benda-benda tambang.
hutan mangrove

Jasa yang diperoleh dari hutan, antara lain berupa jasa wisata, jasa keindahan dan keunikan, jasa perburuan dan lain-lain.
pantai soge Desa Hadiwarno

Prospek Pengembangan

Masyarakat di negara-negara yang memiliki hutan tropis, terutama masyarakat di sekitar hutan, termasuk Indonesia, sebagian besar masih menggantungkan kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan kawasan hutan di sekitarnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hampir sebagian besar kebutuhan hidup penduduk di sekitar hutan seperti misalnya untuk pangan, rumah, dan bahkan kebutuhan obat-obatan dapat mereka peroleh dari hutan di sekitarnya. Pada saat ini pemanfaatan HHBK oleh masyarakat hanya sekedar untuk memenuhi kehidupan mereka sehari-hari, misalnya sebagai sumber pangan (sagu dan sukun), sumber energi (kayu bakar), dan obat-obatan.

Pemanfaatan HHBK yang dikelola oleh masyarakat (komponen subsisten) secara umum masih bersifat tradisional dan belum memberikan keuntungan ekonomi yang signifikan serta belum memberikan dampak terhadap aspek konservasi. Hal ini disebabkan karena ada beberapa kendala dalam pengelolaan dan pemanfaatan HHBK seperti berikut ini :

  1. belum tersedianya data potensi dan distribusi yang akurat mengenai potensi HHBK yang ada di seluruh wilayah Indonesia;
  2. kualitas produk yang masih rendah karena rendahnya tingkat penguasaan teknologi pengolahan terhadap hampir semua jenis HHBK;
  3. lemahnya kapasitas masyarakat dalam menembus rantai pemasaran yang cukup panjang
Masalah-masalah yang disebutkan di atas tentu tidak berlaku untuk beberapa jenis HHBK yang sudah dikelola secara komersial oleh perusahaan, misalnya industri rotan, gondorukem dan terpentin, minyak atsiri, porang, minyak lemak, dan lain-lain. Mengingat sebagian besar jenis-jenis HHBK masih dikelola secara tradisional, perlu diusahakan pengelolaan dan pemanfaatan jenis-jenis HHBK tersebut diarahkan untuk ditingkatkan pengelolaannya menjadi lebih profesional dan komersial agar memperoleh nilai ekonomis yang lebih signifikan.

Di masa depan pengelolaan dan pemanfaatan HHBK akan berperan lebih penting dibandingkan dengan produk-produk kayu, baik dari sisi ekonomi, lingkungan, sosial maupun budaya.

Pengembangan HHBK mempunyai prospek yang sangat baik dan strategis, hal ini disebabkan karena beberapa faktor, antara lain adalah:
  1. Aspek ekonomi: meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan, peningkatan nilai tambah dan pendapatan devisa negara, dan pemerataan pembangunan daerah;
  2. Aspek sosial kemasyarakatan: memperluas lapangan kerja, memberikan kontribusi terhadap keamanan pangan;
  3. Aspek lingkungan: memberikan kontribusi terhadap konservasi dan keanekaragaman hayati, secara ekologi tidak merusak hutan sehingga HHBK memberikan dasar bagi pengelolaan hutan lestari dan memberikan nilai tambah pada hutan tropis, baik pada tingkat lokal maupun nasional.
Selain faktor-faktor tersebut di atas, kebutuhan HHBK semakin hari akan semakin meningkat seiring dengan naiknya kebutuhan produk-produk HHBK dan turunannya, baik untuk keperluan rumah tangga (mebel, handy craft, arang, dan lain-lain) maupun untuk keperluan bahan baku industri (farmasi, kosmetik, makanan, kertas, cat, dan lain-lain). Industri ini diprediksi akan berkembang secara komersial dalam skala besar pada beberapa tahun ke depan. Mengingat bahan kimia dan energi dari minyak bumi akan habis dalam waktu dekat, maka di masa depan industri biorefinery diyakini akan menjadi industri yang sangat penting sama halnya dengan industri kimia yang berbasis fosil pada masa lalu dan pada saat ini.

Agar HHBK memberikan kontribusi secara lebih signifikan terhadap aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek kemasyarakatan seperti disebutkan di atas, maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan, antara lain adalah :

  1. Perlu dibangun suatu peta jalan tentang langkah-langkah yang sistematis untuk pengembangan HHBK ke depan. Peta jalan menyangkut pengembangan HHBK dalam konteks kelola kawasan, kelola kelembagaan, kelola usaha dan dukungan penelitian.
  2. Kurangnya informasi yang akurat mengenai potensi dan distribusi sebagian besar jenis HHBK telah menghambat pengembangan HHBK meskipun komoditas ini memiliki prospek yang besar untuk memberikan kontribusi pada kesejahteraan rakyat. Untuk itu perlu dilakukan inventarisasi yang menyangkut potensi dan distribusi jenis-jenis HHBK utama. Kajian tentang potensi dan distribusi HHBK ini sangat penting sebagai landasan fundamental dan sebagai langkah awal yang strategis dan menentukan dalam upaya mendorong penggalian potensi unggulan daerah yang dapat diandalkan sebagai penggerak perekonomian rakyat daerah yang pada akhirnya akan mendorong perekonomian nasional.
Meskipun prospek HHBK telah dipahami dengan baik, namun atensi dan upaya untuk mengembangkan produk ini masih kurang, terutama dalam hal penelitian untuk pengembangan teknologi proses dalam rangka untuk meningkatkan kualitas dan nilai tambah dari produk-produk tersebut. Untuk itu perlu dilakukan kajian yang komprehensif, terutama kajian tentang teknologi proses untuk meningkatkan kualitas produk, dan kajian aspek pemasaran dan kelembagaan pembinaan usaha produk-produk HHBK.

TERIMAKASIH













PENANDAAN BATAS DAN INVENTARISASI POTENSI AREAL PERSETUJUAN PERHUTANAN SOSIAL DALAM RANGKA IMPLEMENTASI SK.1188/MENLHK/SETJEN/Kum.1/11/2022

Penandaan batas areal perhutanan sosial adalah proses yang penting dalam pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan untuk kepentingan masyara...